Saat berpose di depan pintu masuk Desa Adat Tenganan |
Sehabis makan siang bareng Pak
Komang dan anak-anaknya,kami pun berpamitan untuk langsung menuju Desa
Tenganan,tempat tujuan kami observasi.Rasa lelah dan penat seketika gak kami
rasakan.Pengalaman yang sangat berharga,karena bisa mengunjungi salah satu objek
wisata yang sangat kental dengan nuansa adat dan istiadatnya.Gak salah kalo
Bali jadi destinasi wisata paling diminati oleh wisatawan lokal maupun asing,gak
salah deh,kalo banyak orang dulu yang bilang,objek wisata yang ada di Bali itu merupakan
salah satu dari kekayaan alam dan anugerah Tuhan yang semestinya harus
dijaga,dilestarikan dan dibanggakan.
Pulau Dewata
Bali juga dikenal sebagai kawasan wisata budaya dan tradisi. Untuk bisa
ketemu dengan beragam peninggalan budaya dan adat-istiadat masyarakatnya,
pengunjung harus menjangkau desa-desa wisata yang jumlahnya gak sedikit. Di
pedesaan wisata tersebut, masyarakatnya masih hidup secara tradisional lohh…dan
juga masih mempertahankan peninggalan leluhur nenek moyangnya sampai sekarang.
Yang harusnya ditiru oleh kami sebagai warga asli Bali,adalah keteguhannya dalam
memegang dan menjalankan situs budaya yang udah digariskan oleh para
pendahulunya.
Hampir
1 jam kami mengarungi indahnya panorama alam dan sejuknya udara selama
perjalanan,akhirnya kami pun tiba di Desa Tenganan.Dari informasi yang kami dapet
setelah searching di google ternyata secara administratif desa Tenganan itu terbagi
dalam lima banjar dinas, yaitu Dauh Tukad, Pegringsingan, Gumung, Bukit
Kangin, dan Bukit Kauh. Khusus Pegringsingan dan Dauh Tukad, keduanya punya
banyak kesamaan dalam budayanya. Tempat pertama yang menjadi observasi kami adalah Desa adat
Tenganan Pegringsingan yang berada di sebuah lembah dan diapit
oleh bukit dengan luas wilayah mencapai 917.200 ha.letaknya di kecamatan
Manggis, kabupaten Karangasem dan terdiri dari tiga banjar yaitu: banjar Kauh,
banjar Tengah dan banjar Pande.
Sebelum kami masuk ke Objek wisata Desa adat
Tenganan ini,kami semua pada repot
nyiapin “peralatan tempur” demi kelancaran observasi kami.Anna,Era,Dwi
dan Eva sibuk dandan agar terlihat perfect di depan kamera.Sedangkan gue dan
Deddy sibuk memperbaiki celana yang melorot,memijat-mijat pantat masing-masing
yang “keram” akibat kelamaan duduk selama perjalanan.
Buku tulis,pulpen,kamera,handycam udah kami
siapin,THIS IS SHOW TIME…!!!
Nahh…Untuk
masuk ke desa Tenganan sangat unik, sebelum masuk ke area Desa Tenganan. kami melewati
sebuah loket, disitu kami gak diharuskan membayar. Memang karena gak ada tiket/karcis
yang dijual, tapi kami memberikan sumbangan sukarela.kepada petugas dibangunan
kayu yang semipermanen.Dan ketika kami masuk,suasana nya emang asri
banget,masyarakatnya juga ramah kepada setiap wisatawan yang dateng.Kami pun
memulai observasi dengan bertanya kepada masyarakat tentang sejarah,adat
istiadat serta kerajinan yang ada di Desa Tenganan Pegringsingan ini.Kami juga
banyak berinteraksi dengan pangrajin kain Gringsing yang memang udah terkenal
dan dijual sampe ke luar negeri.Banyak hal menarik dan kejadian lucu yang kami temui
disini.
Selesai
observasi di Desa Tenganan Pegringsingan,kami lanjut ke Desa Tenganan Dauh
Tukad untuk observasi berikutnya yang jaraknya sekitar 15 menit dengan
mengendarai mobil.Desa yang adat dan budayanya gak beda jauh samaDi Desa
Tenganan Dauh Tukad,observasi kami gak terlalu lama karna waktu yang udah
terlalu sore.Jadi kami hanya mengambil gambar dan gak terlalu banyak
berinteraksi dengan masyarakat sekitar.Kami hanya bertemu dengan Kepala Desa
Adat untuk menggali informasi lebih banyak lagi tentang Desa Tenganan.Banyak
cerita yang kami lalui saat observasi,saking banyaknya,gak semuanya bisa gue
tuangin ke dalam bentuk tulisan.
Untuk
lebih lengkapnya tentang bagaimana keseruan observasi gue dan temen-temen di
Desa Tenganan,gue abadikan moment tersebut dalam bentuk foto dan video.
Ayoo…Nonton bareng-bareng!!! hehehe
0 komentar:
Posting Komentar